MEDAN // DeteksiNusantara. Com. Ibarat pepatah bagai membelah bambu, satu dipijak sebelah lagi diangkat, itu lah kata yang paling tepat untuk menggambarkan kinerja Bid Propam Polda Sumut dalam menangani perkara kenakalan personel kepolisian.
Bagaimana tidak, sudah hampir dua tahun lamanya, laporan eks anggota Polri berinisial DE yang menjadi korban tindak pidana penipuan yang dilakukan oknum Subbid Wabprof Bid Propam Polda Sumut, hingga kini tak juga berjalan semestinya.
"Aku hanya minta keadilan, aku sudah menerima semua konsekuensi atas apa yang ku lakukan. Laporanku sampai hari ini tidak juga berjalan, baik di Reskrimum maupun Bid Propam. Apakah mereka takut untuk memeriksa anggota Wabprof," ujarnya, Rabu (15/10/25).
Pada Oktober 2021 lalu, oknum anggota Subbid Wabprof Bid Propam Polda Sumut berinisial BS meminta uang sebesar 40 juta rupiah kepada DE. Permintaan itu diduga juga diketahui oleh Kasubbid Wabprof AKBP DP dengan alasan untuk membantu perkara etik yang sedang menimpa DE.
Tanpa ragu, melalui adik iparnya, DE pun memberikan uang tersebut kepada BS di areal gereja yang posisinya terletak tepat disamping Mapolda Sumut.
Bukannya mendapat keringanan hukuman, DE malah dijerat dengan hukuman maksimal. Uang senilai 40 juta itu pun kemudian raib dan tak dikembalikan kepadanya. Atas hal itu, DE pun kemudian membuat laporan polisi sebagaimana LP No. STTLP/B/411/IV/2024/SPKT/POLDA tanggal 02 April 2024 lalu.
Dalam waktu hampir bersamaan, DE juga membuat laporan ke Yanduan Bid Propam Polda Sumut, namun kedua laporan tersebut tidak berjalan hingga saat ini.
Akibat terus saja diberitakan, akhirnya pada DE pun kembali dipanggil oleh Bripka Januari Gunarso, penyidik Subdit I Kamneg Ditreskrimum Polda Sumut, pada Rabu 15 Oktober 2025 kemarin. Dari keterangan DE, ternyata penyidik sudah berulang kali memanggil AKBP DP untuk dimintai keterangan. Namun Pensiunan Perwira Polisi itu enggan menghadiri panggilan penyidik.
"Kata penyidik, AKBP DP sudah berulang kali dipanggil, namun gak bersedia datang. Jika dia gak bersalah mengapa harus takut bersaksi dan tidak berani datang. Saya sangat berharap perhatian dari Pak Kapolda, tolong lah saya Pak," tambah DE.
Menanggapi hal itu, Praktisi Hukum Robi Anugerah Marpaung, SH.,MH yang juga pemilik Kantor Hukum RAM Law Office Jakarta, kepada media mengatakan, lambannya proses penyelidikan perkara yang dilakukan, baik Propam maupun Reskrimum menunjukkan bahwa citra kepolisian terlalu sulit untuk diperbaiki.
"Yang melapor eks polisi, si terlapor adalah polisi, yang mengawasi adalah Propam kan polisi juga, lalu saksinya adalah polisi, itu pun mereka sulit untuk menyelesaikannya. Apalagi masyarakat biasa yang berperkara, mau lah tak akan pernah selesai," kesalnya.
Terkait panggilan penyidik yang tak diindahkan oleh saksi, Robi pun mengatakan jika penyidik memiliki wewenang untuk melakukan penjemputan paksa terhadap saksi tersebut, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 112 ayat (2) KUHAP.
"Panggil dan jemput paksa, agar perkara ini segera terang benderang. Jangan yang satu sudah dihukum karena perbuatannya, tapi yang lain malah dilindungi. Ini kan gak adil namanya," tandasnya.
Terkait hal ini, wartawan pun melakukan konfirmasi kepada Kapolda Sumut Irjen Pol Wishnu Hermawan melalui whatsappnya, Kamis (16/10/25). Namun perwira dengan pangkat bintang dua itu belum menjawab.
Sama halnya dengan Dir Reskrimum Polda Sumut, KBP Ricko Taruna Mauruh dan AKBP DP yang dikonfirmasi wartawan, juga belum bersedia menjawab. (Indra hasibuan).
You are reading the newest post
Next Post »